Pages

Wednesday, November 11, 2009

Implikasi Pendidikan Kristiani di Gereja Asal

Nama : Virgo Tri Septo Anggoro
NIM : 01082201
Mata Kuliah : Pendidikan Kristiani
Tugas : Paper Implikasi Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Kristiani
menurut Jack L. Saymour

Implikasi Empat Pendekatan Pendidikan Kristiani di GKI Jombang:
Sebuah Tinjauan Ulang

I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan gerejawi, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa yang akan dating. Mengapa demikian? Hal ini terkait dengan pengajaran tentang firman Tuhan dan ajaran-ajaran gerejawi agar jemaat dapat memahami dan menghayati sebagai sebuah pemikiran yang rasional dan spiritual. Apalagi jika kita melihat konteks GKI Jombang yang terdiri dari berbagai ragam jemaat dan tentunya mempunyai keunikan masing-masinh sebagai individu. Namun, keunikan tersebut tidaklah boleh menjadi suatu batu sandungan untuk bertumbuh dan berkembang. Maka melalui mata kuliah Pendidikan Kristiani ini kita belajar mengenai empat pendekatan pendidikan Kristiani yang biasanya terdapat di jemaat dan secara langsung atau tidak langsung diterapkan. Dalam paper ini, saya akan mencoba mengulas kembali empat pendekatan ini yang sebelumnya sudah saya peroleh di kelas, baik melalui tugas baca, diskusi maupun tugas pengamatan di lapangan. Kemudian, saya juga mencoba untuk menganalisisnya dengan mengkaitkan empat pendekatan tersebut dengan kehidupan jemaat di gereja saya terutama dalam hal implikasi-implikasinya. Bahan referensi yang saya pergunakan hanya satu, yaitu buku Mapping Chritian Education: Approaches to Congregational karena saya mencoba untuk menuangkan konsep pikiran saya dan lebih mengkaitkannya dengan kehidupan di jemaat.

II. ISI
II.1. Teori-teori Pendekatan Pendidikan Kristiani
Pada bagian isi, saya akan terlebih dahulu mencoba untuk menjabarkan ulang mengenai teori-teori pendekatan pendidikan Kristiani yang terdapat dalam buku Mapping Chritian Education: Approaches to Congregational Learning karya Jack L. Saymour. Ada empat macam pendekatan, yaitu pendekatan instruksional religius, pendekatan perkembangan spiritual, pendekatan komunitas iman, dan pendekatan transformasi. Untuk lebih jelasnya, silahkan simak hasil pemaparan saya berikut ini.
1. Pendekatan Instruksional Religius
Pendekatan ini adalah pendekatan yang sering muncul dan dapat kita jumpai hampir di semua gereja. Tujuan dari pendekatan ini adalah memampukan naradidik untuk bertumbuh dalam iman Alkitabiah dan membuat koneksi atau hubungan antara isi iman dan kehidupannya. Harus ada sebuah relevansi antara teks dan konteks sehingga tercipta sebuah hubungan timbal-balik dan tidak searah. Apabila kita hanya mendasarkan pada slaah satu saja (teks atau konteks) akan terjadi hubungan yang tidak seimbang dan berat sebelah. Akibatnya, relevansi hanya satu arah, banyak kelemahan serta kurang up to date. Penjabaran tujuan yang lain adalah berfokus pada suasana dan metode-metode belajar-mengajar yang tepat. Terpenting, kita dapat menghubungkan antara iman yang kita miliki dengan realitas kehidupan nyata yang kita hadapi. Berikutnya, fasilitator atau pengajar barada dalam suatu kemitraan dengan naradidik untuk membangun sebuah ruang dan proses pembelajaran. Kemitraan yang dimaksud, fasilitator bertanggungjawab dalam membangun suasana yang menghargai integritas isi pembelajaran, naradidik, dan praksis sebagai implikasi dari iman. Mengapa fasilitator harus menghargai naradidik? Karena mereka (naradidik) mengikuti suatu proses pembelajaran bukanlah dengan kepala kosong tetapi sudah ada suatu konsep dalam benak mereka, minimal pengalaman kehidupan sehari-hari yang telah mereka peroleh. Mempertimbangkan proses belajar yang akan dilaksanakan. Hal lain yang menjadi tugas seorang fasilitator adalah memampukan naradidik untuk berpikir dan memahami isi Alkitabiah sesuai dengan pengalaman yang mereka dapat serta membantu untuk memilih suatu cara hidup dalam dunia sebagai respon terhadap panggilan Allah. Sedangkan naradidik adalah penyumbang yang bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran dan sebagai mitra/partner. Ketika naradidik mengikuti proses pembelajaran, seperti yang telah saya singgung di atas, membawa sesuatu dalam benak mereka. Mereka tidak datang dengan kepala kosong atau tangan hampa. Selama proses pembelajaran naradidik aktif dalam mendengar dan berbicara. Proses pendidikan atau pembelajaran dalam pendekatan ini adalah terjadinya sebuah refleksi teologis yang terjadi dalam mengetahui, menginterpretasi, menghidupi dan melakukan iman; proses ini berlangsung bersama antara fasilitator dan naradidik. Konteks yang ada adalah kekeluargaan dimana terdapat suatu komunitas belajar yang memberdayakan pembelajaran yang setia untuk segala usia. Komunitas belajar adalah suatu komunitas yang menghargai suasana belajar, mempunyai suatu iklim harapan untuk belajar bertumbuh dan belajar bertanggungjawab, saling belajar satu sama lain, dan proses pembelajarannya bersifat eksperiensial atau berdasarkan pengalaman. Ada suasana kekeluargaan dalam proses belajar mengajar, tanpa memandang strata dan semua (baik naradidik maupun fasilitator) bekerjasama. Implikasi dari pendekatan ini untuk pelayanan mempersiapkan orang dengan suatu cerita dan iman agar hidup bertanggungjawab dan setia dalam berhadapan dengan dunia. Mereka nantinya dapat siap dalam menghadapi realitas dunia. Ada suatu model dari pendekatan instruksional religius yaitu instruksional yang beracuan tujuan. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perumusan tujuan dilakukan sejak awal, setelah rumusan tujuan dirumuskan maka ditindaklanjuti dengan menerapkannya dalam proses belajar-mengajar, kemudian dilakukan evaluasi terhadap rumusan tujuan yang telah dibuat, apakah sudah sesuai atau masih diperlukan perbaikan dan penyesuaian.
2. Pendekatan Perkembangan Spiritualitas
Teori pendekatan ini menekankan tentang perkembangan spiritual dari individu selama ia hidup. Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu orang-orang dalam mengembangkan kehidupan batin dan merespon dengan aksi keluar kepada sesama dan dunia. Seseorang berusaha untuk melatih spiritualitas (iman) yang ada dalam dirinya serta mengembangkannya agar kehidupan batinnya bertumbuh sehingga ia dapat merespon apa yang ada di luar dirinya dan dapat berbuat sesuatu yang riil bagi sesame dan lingkungan sekitar. Namun, perlu diingat bahwa ukuran pertumbuhan iman tidak hanya menyangkut kehidupan batin saja tetapi juga hubungan atau relasi dengan sesama. Fasilitator adalah pembimbing atau musafir dalam perjalanan kehidupan batin dan respon ke luar bersama sesama. Naradidik adalah pribadi dalam suatu perjalanan. Fasilitator tidak membiarkan naradidiknya berjalan sendiri, ia menjadi rekan atau mitra. Mereka berjalan bersama dan beriringan dalam menapaki kehidupan batin serta bersama pula dalam memberikan respon ke luar terhadap sesama. Proses pendidikan adalah hening, mendengar, istirahat, belajar, melayani. Hening dan mendengar mepunyai sebuah keterkaitan karena dalam keheningan tersebut kita mencoba untuk mendengar. Butuh semangat spiritualitas untuk melakukannya, tanpanya kita akan merasakan sebuah kekeringan dan sulit untuk mendengar. Dari hening dan mendengar kita dapat belajar dan melayani sebagai sebuah tindak lanjut, tentunya beristirahat untuk merenungkan semua tindakan tersebut. Proses tersebut haruslah dilakukan dengan seimbang. Konteksnya adalah keadaan di mana seseorang mengalami pembentukan spiritual dan melakukan pelayanan sosial. Implikasi untuk pelayanan, menghubungkan orang-orang dengan sumber-sumber kehidupan terdalam yang memanggil mereka kepada relasi, persahabatan, kepedulian dan keadilan. Tidak hanya bertumbuh secara pribadi saja tetapi juga bertumbuh dengan sekitar dan secara kontekstual. Maka, refleksi teologis dilakukan melalui perkembangan dalam diri orang itu dalam rangka hidup bersama orang lain dalam dunia ini (inner life yang tampak dalam outward response). Kata kunci yang dipakai dalam pendekatan ini adalah person. Lalu, bagaimana hubungan person dan komunitas di mana ia bertumbuh? Seperti yang saya uraikan sebelumnya, terdapat suatu hubungan antara inner life dengan outward response. Hubungan ini berdampak pada kehidupan spiritualitas pribadi (seperti doa dan ibadah) yang mana haruslah seimbang dengan pelayanan sosial kita (sebagai hasil refleksi).
3. Teori Pendekatan Komunitas Iman
Teori pendekatan komunitas iman adalah suatu pendekatan yang berdasarkan pada adanya suatu komunitas di suatu tempat. Tujuan dari pendekatan ini adalah membangun komunitas yang mempromosikan perkembangan manusia yang otentik; membantu personal-personal membentuk komunitas. Dalam hal ini, pendekatan komunitas iman ingin membangun komunitas dan juga membantu perkembangan manusia yang otentik atau asli tanpa ada “imitasi”. Juga menghargai person-person dalam komunitas dan membiarkan mereka berkembang sesuai dirinya. Maksudnya, mereka diberi suatu kebebasan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang ada dalam dirinya sendiri tanpa ada intimidasi atau paksaan dari pihak lain. Namun, ada hal penting yang harus kita perhatikan. Jangan sampai karena kita berada dalam suatu komunitas (mungkin cukup besar) kita merasa aman. Kita tidak boleh selalu menggantungkan diri dalam komunitas di mana kita berada, ada kalanya kita harus terpisah (atau memisahkan diri) dari komunitas tersebut. Harus diingat juga, komunitas bukanlah kumpulan orang-orang. Dari sisi fasilitator, fasilitator adalah seorang pemimpin yang memfasilitasi kelompok-kelompok kecil dan membantu anggota-anggota jemaat membentuk kehidupan jemaat dan misi. Naradidik adalah orang-orang dan komunitas iman. Proses pendidikan yang dilakukan adalah pelayanan-refleksi-aksi. Pelayanan yang dimaksud tidaklah hanya pelayanan ke dalam gereja, tetapi lebih diutamakan pelayanan ke luar yaitu ke arah masyarakat. Setelah melakukan pelayanan, kita seyogyannya mencoba untuk merefleksikannya dan kemudian melakukan aksi yang nyata sebagai hasil dari refleksi itu. Selain pelayanan dan refleksi diperlukan juga persekutuan karena hal ini akan mendukung komunitas itu sendiri dan dampaknya, relasi di antara anggota komunitas itu akan semakin akrab. Maka, dapat dikatakan bahwa antara heart-head-hands, kognisi-afeksi-aksi haruslah dilakukan dengan seimbang. Apabila hanya salah satu saja yang ditonjolkan dapat berdampak terjadi suatu ketidakseimbangan. Konteksnya adalah jemaat yang berada dalam komunitas yang lebih luas. Implikasi untuk pelayanan dari pendekatan komunitas iman adalah membantu kelompok-kelompok dan gereja-gereja membentuk komunitas dan menjangkau dunia. Dalam hal menjangkau dunia, kelompok-kelompok dan gereja-gereja haruslah mencoba untuk berpikir global, beraksi lokal (think globally, act locally). Apa maksudnya? Kelompok-kelompok dan gereja-gereja haruslah mempunyai sebuah pemikiran yang sifatnya global atau universal dan untuk mewujudkannya dapat melakukan sebuah tindakan yang mampu dilakukan konteks lokal dan bersifat lokal pula. Namun, perlu juga berpikir lokal, bertindak global (think locally, act globally). Jadi kita memikirkan permasalahan apa yang terjadi di sekitar kita (lokal) dan apa dampaknya bagi lingkungan secara universal sehingga kita bisa menentukan suatu tindakan yang bersifat universal atau global. Di dalam suatu komunitas, kita tidak hanya membagikan pengalaman pribadi saja tetapi juga setiap pergumulan yang ada di dunia.
4. Teori Pendekatan Transformasi
Pendekatan ini memaparkan pentingnya sebuah perububahan (sosial) dalam kehidupan. Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu orang-orang dan komunitas untuk mempromosikan (menekankan) kewarganegaraan yang setia dan perubahan sosial. Pengertian transformasi di sini lebih menekankan pada perubahan radikal yang mensyaratkan adanya perubahan sosial. Pendekatan ini juga bertujuan mendukung keberadaan manusia dalam terang pemerintahan Tuhan atau dengan kata lain menjadi sponsor yang menguatkan, memampukan dan memanusiawikan (human emergence). Namun, sehubungan dengan pendekatan ini ada sebuah pertanyaan yang dapat kita refleksikan, adakah preferential option for the poor? Fasilitator dalam hal ini mengundang naradidik dalam kemitraan untuk melakukan refleksi dan aksi, atau dengan kata lain fasilitator yang pertama kali mengambil inisiatif untuk mengajak naradidik. Naradidik adalah agen-agen sejarah yang bebas dan bertanggungjawab, mencakup individu dan komunitas. Naradidik bertumbuh menuju Kristus secara aktif dan kritis dalam refleksi. Tidak hanya sekedar menerima dan menunggu sebuah gagasan atau tindakan tetapi berusaha untuk “menjemput bola” (aktif) dan kritis terhadap setiap gagasan atau tindakan yang ditemui. Bertumbuh dalam konteks pendekatan ini mencakup tiga aspek, bertumbuh dalam visi Tuhan, bertumbuh dalam nilai-nilai Kristus, dan bertumbuh dalam panggilan Roh Kudus. Proses pendidikan yang berlangsung adalah melihat-menilai/menentukan-melakukan aksi. Ketika melihat suatu kejadian yang membutuhkan suatu tindakan, individu tidak hanya melihanya dan berangan-angan saja, juga menilai atau menentukan suatu rencana tindakan yang kemudian diwujudkan dalam sebuah aksi. Konteksnya, gereja yang berbelarasa dan pelayanan-pelayanannya di dalam dan bersama dunia. Gereja tidak hanya berkutat dalam pelayanan intern tapi juga mencoba untuk melihat ke arah dunia dan melayaninya baik di dalam maupun bersama dunia itu sendiri. Implikasi dalam kehidupan bergereja adalah mendukung panggilan gereja untuk menjadi cara alternatif dalam melihat kehidupan, berada dan hidup. Maksudnya, panggilan gereja untuk menjadi garam dan terang dunia akan terwujud jika gereja mau melihat kehidupan di sekitarnya, berada dalam kehidupan itu dan mau hidup bersama kehidupan itu sehingga gereja akhirnya menjadi sebuah cara alternatif bagi kehidupan di sekitarnya.

II.2. Implikasi-implikasi dalam Kehidupan Berjemaat di GKI Jombang
Sebelum menjelaskan implikasi-implikasi pendekatan pendidikan Kristiani menurut Seymour, saya akan sedikit menguraikan keadaan umum GKI Jombang. GKI Jombang merupakan satu-satunya jemaat GKI yang terdapat di kota Jombang. Terletak di pusat kota yang terkenal dengan daerah “segitiga emas”. Jumlah jemaat GKI Jombang menurut data statistik gereja per 31 Desember 2008 adalah 524 orang dan jemaat yang aktif 414 orang, sisanya tidak aktif karena alasan berdomisili di luar kota, menempuh studi di luar kota, dan lain-lain. Struktur kemajelisan dibagi menjadi tiga bidang, Bidang 1 menangani Pembinaan dan Pengorganisasian, Bidang 2 menangani Ibadah dan Kebersamaan, dan Bidang 3 menangani Oikumene, Kemasyarakatan & Penatalayanan. Terdapat enam komisi, yaitu Komisi Anak, Komisi Pemuda/Remaja, Komisi Dewasa, Komisi Lanjut Usia (Lansia), Komisi Kesaksian dan Pelayanan (Kespel), dan Komisi Musik Gerejawi (Muger) serta yang baru saja terbentuk adalah Tim Ibadah.
Sekarang, saya akan mencoba untuk menganalisis implikasi-implikasi pendekatan ini dalam kehidupan jemaat di mana saya bergereja sejak kecil. Pertama, pendekatan Instruksional Religius.Seperti sudah saya katakan pada awal penjabaran pendekatan ini, di setiap gereja pastilah ada. Demikian pula di gereja saya, mulai dari kegiatan Ibadah Minggu hingga kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Komisi anak hingga Komisi Lansia, terdapat pendekatan instruksional religius. Kita awali dari Ibadah Minggu. Dalam ibadah Minggu terdapat unsur pembinaan iman dan pengajaran melalui kotbah yang disampaikan oleh pendeta. Katekisasi, jemaat mendapatkan pembekalan tentang pokok-pokok iman Kristen, ajaran gereja, dan tata gereja sebelum menerima babtis/sidi. Pemahaman Alkitab, jemaat mendapat pemahaman yang benar mengenai firman Tuhan, belajar bersama tentang Alkitab, dan mencoba untuk merefleksikan dengan kehidupannya sehari-hari. Sedangkan tugas Tim Ibadah adalah mempersiapkan Ibadah (konsptor) dan nantinya selesai pelaksanaan akan memberikan evaluasi.
Komisi Anak, ada kegiatan Sekolah Minggu yang bertujuan memberikan pembinaan iman yang terus-menerus dalam proses beriman mereka kepada Tuhan Yesus dan perlunya memberi contoh dan petunjuk bagaimana mewujudnyatakan iman mereka dalam kehidupannya sehari-hari. Terlihat, tujuan pendekatan instruksional religius diterapkan. Ada upaya untuk membuat koneksi antara iman yang berdasarkan Alkitabiah dengan kehidupan sehari-hari. Untuk melakukan kegiatan tersebut, Guru-guru Sekolah Minggu mempersiapkan diri terlebih dahulu dalam Persiapan Sekolah Minggu lima hari sebelumnya untuk membahas bahan pelajaran, penerapan dan aktivitas yang akan diberikan. Selain itu, untuk memberikan dasar dan landasan iman yang benar, menarik benang merah dari refleksi yang berbeda dari setiap guru agar ada persamaan persepsi dan isi bahan yang disampaikan kepada anak. Ada pula Pembinaan Guru Sekolah Minggu. Tujuannya untuk memberikan bekal kepada guru agar mampu mengajar dengan baik sehingga bisa mengajak naradidik bersama membangun suasana belajar yang menyenangkan dan kekeluargaan. Komisi Pemuda/Remaja, terdapat kegiatan Persekutuan Doa dan Pemahaman Alkitab. Dalam Persekutuan Doa, pemuda/remaja diajak untuk bertumbuh imannya dengan benar dan terarah dalam Kristus serta membentuk karakter diri dengan landasan iman Kristen. Pemuda/remaja diajak untuk belajar bagaimana hidup yang benar. Pemahaman Alkitab adalah wadah untuk belajar secara lebih mendalam tentang Alkitab, tujuannya remaja dapat mengaplikasikan apa yang didapat dalam PA ini dalam kehidupannya sehari-hari sehingga pemuda/remaja dapat merelevansikan antara teks yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan tersebut, seperti Komisi Anak, Komisi Pemuda/Remaja juga mengadakan persiapan untuk petugas pelayanan agar Persekutuan Doa dan Pemahaman Alkitab dapat berjalan lancar. Terdapat juga pembinaan bagi pengurus dimana melalui pembinaan yang diadakan, pengurus memiliki bekal kepemimpinan, mengetahui makna pelayanan yang benar bagi Tuhan, dan memiliki daya kinerja yang baik sebagai tim. Komisi Dewasa, kegiatan yang sesuai dengan pendekatan instruksional religius adalah Persekutuan Dewasa yang memiliki tujuan menguatkan iman dan kerohanian jemaat dewasa dalam menghadapi pergumulan hidup pribadi, keluarga dan dengan lingkungan sekitarnya.
Komisi Lansia juga memiliki persekutuan yang diadakan tiap 1 bulan sekali. Sama seperti komisi-komisi yang lain, tujuanya adalah menambah kekuatan iman dan kesetiaan serta ketekunan dalam berbakti kepada Tuhan di usia yang semakin senja. Di luar peresekutuan rutin, KomisiLansia juga mengadakan kegiatan pembinaan dengan materi-materi seputar kehidupan lansia, misalnya kesehatan dan kegiatan ini biasanya berlangsung dengan melibatkan lansia dari gereja lain. Komisi Kespel dalam bidang pembinaan mengadakan Seminar bagi Remaja tentang Reproduksi Remaja, Narkoba dan Kecanduan Minuman Keras bagi siswa SMP dan pemuda/remaja agar mereka tidak terjerumus ke dalam kasus-kasus narkoba dan pelanggaran seks. Tentunya seminar ini juga dikaitkan dengan kehidupan rohani.
Pendekatan yang kedua, pendekatan Komunitas Iman. Pendekatan ini terlihat diterapkan di Komisi Pemuda/Remaja dalam kegiatan Pemahaman Alkitab. Selain wadah pembinaan, PA juga wadah untuk men-share-kan pengalaman dan pergumulan yang dihadapi serta mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Tidak hanya pergumulan secarapribadi saja, terkadang kita juga membahas isu-isu yang bersifat sosial, berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, dan kontekstual. Kegiatannya sebagai berikut, setelah membahas isi materi dilanjutkan dengan share dari masing-masing peserta PA tentang pengalaman pribadi. Lalu, pemimpin menanggapinya dengan memberikan sebuah isu yang hangat dibicarakan di masyarakat dan peserta diminta untuk merefleksikan kemudian menyampaikan hasil refleksinya itu dalam forum PA tersebut.
Pendekatan ketiga yang terdapat di gereja saya adalah Pendekatan Transformasi. Hal ini tampak dalam Komisi Kespel melalui program Pemberian Bantuan Beasiswa, Pelayanan Diakonia, dan Pengobatan Gratis yang biasanya diadakan bertepatan dengan bulan Keluarga. Pemberian bantuan beasiswa ditujukan untuk anak didik yang kurang mampu tanpa melihat prestasi. Hal ini dilakukan karena melihat semakin mahalnya biaya pendidikan dan banyak orang tua yang kurang mampu untuk membiayai pendidikan anaknya. Diharapkan dengan pemberian beasiswa ini anak semakin terpacu untuk terus berprestasi dan memberi yang terbaik bagi hidupnya. Perlu diketahui bahwa penerima bantuan tidak hanya jemaat gereja yang kurang mampu tetapi juga jemaat gereja lain dan terkadang ada yang berbeda keyakinan. Program kedua, Pelayanan Diakonia yang bertujuan membantu anggota jemaat yang mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi sehingga beban jemaat tersebut menjadi lebih ringan. Dari bantuan yang diberikan itu, Komisi Kespel juga mempunyai suatu harapan agar jemaat yang menerima dapat memanfaatkan bantuan itu untuk hal-hal yang berguna dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa terus menggantungkan pada orang lain. Program ketiga, Pengobatan Gratis. Awalnya program ini hanya diperuntukkan warga jemaat. Seiring berjalannya waktu, kegiatan ini terbuka untuk umum dan bagi yang tidak mampu. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya pemeriksaan saja tetapi juga pemberian fasilitas obat gratis tanpa harus membayar sepeser pun.

III. PENUTUP
Demikianlah hasil pemaparan saya mengenai pendekatan-pendekatan Pendidikan Kristiani dan implikasinya bagi kegidupan di gereja saya, GKI Jombang.Jika kita perhatikan, tidak semua pendekatan terimplikasi. Ada satu pendekatan yang tidak terdapat dalam gereja saya. Menurut saya, hal ini wajar dan tidak perlu dipermasalahkan. Tidak semua gereja mempunyai kehidupan dan permasalahan yang kompleks, masing-masing mempuyai dinamika kehidupan jemaat yang khas. Tinggal bagaimana kita menghayati dan menerapkan implikasi yang ada agar gereja kita menjadi lebih baik. Terpenting, apa yang dapat kita berikan bagi pertumbuhan gereja kita di masa yang akan datang dan tentunya hal itu dapat kita lakukan sesuai kemampuan yang kita miliki. Satu hal tidak boleh dilupakan, jangan melupakan konteks jemaat di mana kita berjemaat karena hal itu juga akan berpengaruh. Semoga tulisan saya ini dapat berguna bagi kita dalam mempelajari Pendidikan Kristiani dan mengaplikasikan apa yang telah kita peroleh dengan sungguh-sungguh. Saya mohon maaf bila terdapat kata yang kurang berkenan. Kritik dan saran yang membangun senantiasa saya nantikan guna untuk kesempurnaan tulisan saya di masa mendatang. Terimaksih. Tuhan Memberkati.

Wednesday, November 4, 2009

Syukurku...


terimakasih Bapa untuk satu hari yang boleh aku jalani lagi...
trimakasih juga untuk setiap pengalaman yang boleh aku peroleh bersama Engkau..
banyak pelajaran yang dapat aku terima..

di saat aku bingung kepada siapa aku harus menyelesaikan tugas paper,
mencari teman untuk mengungkapkan apa yang menjadi permasalahanku,
Engkau menghadirkan orang-orang yang bersedia membantu dan membangkitkan motivasiku lagi
kasihMu memang tiada taranya Bapa bagiku...Engkau seperti sudah merencanakan
dan mengethui apa yang aku butuhkan..

hanya satu permintaanku pada pagi ini...
kiranya Engkau tetap setia menjagaku dan menyertaiku..
Amin.

yogyakarta, 26 oktober 2009
di pagi yang cukup dingin dan rasa kantuk yang mulai mengelayuti tubuh serta pkiranku....