Pages

Monday, April 27, 2009

Progress Tets TOEFL Lolos...

Puji Tuhan..., aku lulus progress test yang terakhir dan skorku juga stabil, 580. Padahal sebelum test, aku sempat bingung, ngantuk dan campur aduk pokoknya! Aku juga lupa bawa penghapus, jadinya klop sudah kebingunganku. Sempat berpikir pinjam sebelahku tapi takut ketahuan pengawas dan nanti lembar kerjaku diambil. Ehm..akhirnya aku jalani juga test TOEFL dengan sangat hati2 supaya tidak terjadi kesalahan. Waktu berjalan terasa cepat dan tidak terasa. Aku sempat dag-dig-dug, takut kalau lembar kerja tidak terisi semua. Sekali lagi, Puji Tuhan, 5 menit sebelum waktu berakhir, aku sudah selesai.
Aku sangat bersyukur sekali atas test ini. Mengapa?? Karena ketika aku berserah dan menuruti semua perintahNya, aku mendapat sesuatu yang indah. Contohnya, meskipun aku tidak membawa penghapus, aku tidak mencoba untuk meminjam. Andaikata aku meminjam dan ketahuan, apalah jadinya. Thanks God for all...

Tuesday, April 21, 2009

REM QUIZ 2: We must Both Do It


Quiz kelas Remidiasi Bahasa Inggris 6 kali ini sedikit berbeda. Mrs. Cisca, dosen kami, membuat tes kali berbeda dari biasanya. Kalau biasanya kami biasa mengerjakan soal tertulis, hari ini kami memperoleh sebuah potongan artikel kecil, harus dbaca dan dipahami dalam waktu 10 menit, lalu dipresentasikan di depan kelas dengan menghubungkannya pada pengalaman masing-masing. Kami semua sempat berekspresi riang karena sedikit agak mudah. Quiz dimulai, Mrs. Cisca membagikan potongan2 artikel tersebut, kami mulai membaca dengan hati-hati dan seksama sambil mencari kata-kata yang sulit dalam kamus (boleh bawa kamus lho..., makasih Mom). Waktu berlalu dan Mrs. Cisca segera memberi tanda waktu habis. Artikel2 tadi diminta kembali. Satu per satu dari kami dipanggil untuk mempresentasikannya sesuai no.urut absen. Kebetulan aku dapat urutan agak terakhir. Waktu tiba giliranku, aku segera maju dan menerima artikelku kembali.
Artikel yang aku dapatkan bercerita tentang Bob Dobfel, yang telah memotivasi jutaan orang untuk menyumbangkan dananya guna menolong orang2 penderita kelaparan di Afrika. Dia adalah seorang pop star yang sedang naik daun. Anehnya ia mau bertemu dengan Mother Teressa, seorang wanita kecil tua renta, yang mau mengabdikan dirinya demi memberikan sebuah kenyamanan di daerah kumuh Calcutta, India. Menurut artikel tersebut, terlihat perbedaan yang contrast, dimana seorang pop star macam Bob Dobfel mau mengunjungi Mother Teressa yang kondisinya seperti itu. Namun, yang menarik, Bob mau mengakui bahwa setiap mereka mempunyai "kebesaran" masing-masing. Bahkan Bob menjuluki Mother Teressa sebagai "raksasa kecil" dan selalu mengulangi kata-katanya, " I can do things you can't do it. You can do things can't i can do it. But we must both do it". ASangat menarik sekali. Jika dihubungkan dengan pengalamanku dulu, sewaktu aku menjabat sebagai BPH Pengurus OSIS ketika kelas XI SMA, BPH kami sempat "pecah" selama bebeberapa bulan karena adanya ketidaksepahaman. Kami lakukan itu terus menerus sampai ada suatu program yang mengharuskan kami terlibat bersama, karena jika tidak, OSIS kami akan bubar. Kami pun melakukannya meskipun awalnya dengan sedikti terpaksa. Setelah dievaluasi, kami menjadi sadar bahwa kami harus bekerja bersama-sama. Tidak ada yang paling menonjol, semua sama. Kemudian, kami kembali menjadi tim dan bekerja bersama lagi dengan kesadaran yang baru.
Bagaiamana dengan anda? Cobalah untuk bersinergi dengan rekan anda. Dalam kehidupan, ada beberapa hal yang harus dikerjakan secara bersama, tidak bisa sendiri-sendiri. Oke..!! Ingatlah, "...we must both do it!".
aku pun lega dapat mempresentasikan materi ini dengan cukup baik. Semoga aku dan pembaca dapat berefleksi bersama. Selamat bersinergi, Tuhan memberkati... :)

Monday, April 20, 2009

Practice Test



Hari ini aku bersyukur sekali karena dapat melalui practice test TOEFL ke 4. Sebelum masuk kelas, aku sempat ogah-ogahan, malas rasanya untuk kuliah. Ingin rasanya cepet2 pulang dan tidur. Lalu, aku mencoba menghilangkan rasa malasku dengan mendengarkan musik dari Motorola W230-ku (nggak bermaksud promosi lho...,hehehe). Kebetulan musik yang aku putar "Indah BersamaMu" yang dinyanyiin Cornelia. Saat mendengarkan lagu itu, semangatku kembali timbul dan aku merasa seperti ada motivasi dalam diriku. Beberapa waktu kemudian, Mrs. Mega, dosenku, datang dan menghampiriku buat minta tolong membuka pintu. Segera aku lepas headsetku dan membuka pintu kelas. Udara Ac yang sejuk menerpa wajahku dan membuatku tambah segar. Setelah meletakkan tas kunci, aku segera mengambil tas dan masuk kelas seraya mencari tempat. Aku pilih tempat yang selama ini belum pernah aku tempati waktu menjalani test. Ku pilih kursi pojok depan dekat pintu. Setelah duduk dan menerima lembar jawaban serta lember soal, aku mencoba untuk rileks dan tenang sambil menunggu teman2 yang masih pergi ke kamar mandi. Setelah kelas lengkap, Mrs. Mega memberi tanda mulai. Aku berdoa dulu sebelum mengerjakan soal (walaupun hanya practice, tapi penting lho...). Waktu berlalu dan aku mengerjakan soal demi soal, aku kerjakan yang mudah dulu baru yang sulit. Waktu mengerjakan pun habis. Lembar jawaban dikumpulkan dan ditukar lalu dikoreksi. Aku sempat dag-dig-dug dan khawatir tidak dapat memenuhi target skor minimal. Semua berubah seketika saat Mrs. Mega memberutahu skorku. Puji Tuhan, skorku 580 yang berarti jumlah betul 29 dari 50 soal. Aku lega dapat melampauinya walau awlnya sempat dag-dig-dug.

Aku berefleksi bahwa segala sesuatu yang dikerjakan bersama Tuhan pasti akan memberikan hasil yang memuaskan. Entah, bagaimana cara Tuhan melakukannya. Kita harus percaya akan hal itu. Awalilah setiap pekerjaan kita dengan doa, niscaya Tuhan akan menyertai.

JBu all....

Friday, April 17, 2009

Gereja dan Politik

KELOMPOK 3

Catatan Tanggapan : Gereja dan Politik

Anggota : - Resi Pramudita (01082168)

- Keshia Hestikahayu S. (01082173)

- Christian Hutabarat (01082187)

- Virgo Tri Septo A. (01082201)

Kelompok kami menyoroti salah satu artikel yang menjadi bahan bacaan kita yaitu “Membangun Teologi Politis di Indonesia: Dari Teologi Sukses ke Politik Pelayanan dan Doksologi” dan “Membangun Kembali Sebuah Budaya Politik Indonesia”.

Dalam artikel kelompok kami menyoroti tentang sub-bab Membangun Sebuah Budaya Politik Demokratis. Budaya politik yang demokratis itu menuntut adanya budaya politik yang beradab, dewasa dan demokratis. Ada beberapa hal yang kami soroti yang sesuai dan harus terus dikembangkan dalam kondisi di negara kita untuk mewujudkan keadaan yang demikian, yaitu:

- Keterbukaan, keterbukaan sangatlah penting dan merupakan syarat utama dalam alam hidup demokratis. Keterbukaan yang dimaksud adalah dalam menyampaikan kritik atau pendapat. Karena melalui kritik segala sesuatunya dapat dievaluasi apakah benar atau salah.

- Bertanggungjawab, bertanggungjawab terutama ditekankan pada para pemimpin pemerintahan. Namun, tidak hanya para pemimpin saja. Rakyat pun harus mempunyai sikap bertanggungjawab. Dengan adanya sikap bertanggungjawab, apa yang telah “dimandatkan” akan benar-benar terlaksana dengan baik dan dapat dilihat hasilnya.

- Kepentingan umum, selama ini pemerintahan kita cenderung diwarnai dengan KKN. Para pejabat bekerja bukan untuk kepentingan umum, melainkan untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Hal ini tidaklah benar. Perlu dibangun sikap atau mentalitas tidak mengutamakan kepentingan pribadi. Kepentingan umum haruslah ditempatkan diatas segalanya.

Penjabaran diatas adalah sebuah nilai atau keadaan yang ideal, yang “seharusnya” terkandung dalam politik di Indonesia, namun kelompok juga akan menyoroti sebuah cara berpolitik ideal dan seharusnya dapat menujukkan peran serta gereja untuk mewujudkan budaya politik yang ideal menurut Pak Paulus pada artikelnya. Berawal dari pemahaman dari sebuah teologi sukses yang dikemukan oleh Pak Paulus, kelompok juga membenarkan akan pemahaman yang berkembang ditengah orang-orang kristen sekarang ini maka diperlukan sebuah pensosialisasian akan sebuah pemahaman yang lebih baik.

Ada dua jenis politik yang menjadi sebuah “politik alternatif” yang menurut pak Paulus seharusnya ditawarkan gereja yaitu:

- Politik Pelayanan

Dimana dalam politik ini lebih menekankan tentang bagaimana seseorang yang memiliki kekuasaan seharusnya menjadi pelayan. Melalui pemahaman politik ini seseorang harus menempatkan diri secara benar untuk mewujudkan kepentingan umum dan memiliki persfektif yang benar sehingga ia dapat mengerti bagaimana seharusnya berpolitik.

- Polotik Doksologi

Dimana politik yang dilakukan semua berlandaskan dan berakar pada kepercayaan kita akan Yesus Kristus. Pemahaman ini juga akan membawa seseorang untuk mengerti bagaimana memiliki orientasi secara benar dalam berpolitik dan yang paling penting adalah bagaimana ia melakukan segala sesuatunya berdasarkan keinginan untuk memuliakan Tuhan.

Selain itu dalam artikelnya Pak Paulus membuat suatu “penyadaran religius” akan apa arti sebenarnya kekuasaan itu seharusnya,yang berjalan bukan dalam rangka untuk menguasai dan memakai embel-embel “jumlah orang kristen yang ikut berpolitik langsung” tanpa mementingkan sebenarnya kualitas dari hal-hal yang sebenarnya kita lakukan.

Kelompok sangat setuju dengan ke dua pandangan diatas (pandangan dari Pak Franz M.S dan Pak Paulus) karena ke dua pandangan tersebut mengajak kita untuk lebih melihat dan mencari sebenarnya apa dasar yang terutama dalam berpolitik,dengan tujuan bukan hanya untuk menguasai dengan membabi buta tapi menguasai untuk “melayani”, melalui pandangan dan kesadaran seperti ini sekiranya akan terbangun politik yang sehat dan memiliki tujuan yang benar dalam berpolitik, hal ini juga dapat menunjukkan akan peran penting gereja untuk mengambil bagian dalam mewujudkan Budaya Politik yang ideal di Indonesia sekarang ini.


Pengamatan Independen PEMILU 2009 di TPS 52 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta








I. PENDAHULUAN

I.1. Alamat pengamat : Asrama UKDW, Jl. Seturan CT XX RT 07/RW 02,

Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

I.2. Alamat TPS : TPA Al Muthi’in, Jl. Cinderawasih RT 14/RW 27 Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

I.3. Durasi Pengamatan : 08.30 WIB – 14.30 WIB (enam jam)

II. ISI

II.1. Proses PEMILU

PEMILU yang diadakan tiap 5 tahun sekali merupakan “pesta demokrasi” bagi rakyat karena pada momen ini rakyat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara untuk memberikan suaranya dalam rangka memilih wakil-wakil legislatif yang akan mewakilinya di DPR (baik pusat, propinsi maupun kabupaten/kotamadya) sebagai penyalur aspirasi. Secara umum, PEMILU di TPS 52 ini berjalan dengan tertib dan aman. Tidak ada kejadian-kejadian yang membuat situasi kacau. Penduduk berbondong-bondong mendatangi TPS dan mereka silih berganti memberikan suaranya. TPS buka pukul 07.00 WIB sesuai instruksi dari KPU. Namun, di jam-jam tertentu TPS terkadang terlihat sepi. Hal ini terjadi sekitar pukul 09.15 WIB. Mungkin penduduk masih melakukan berbagai aktifitasnya. Beberapa waktu kemudian, TPS kembali ramai oleh penduduk yang akan menggunakan hak pilihnya. Proses PEMILU yang saya amati di TPS 52 ini mungkin tidak berbeda dengan TPS-TPS yang lain. Proses pemberian suara sebagai berikut: pemilih datang ke TPS lalu menyerahkan surat undangan kepada petugas pendaftaran. Setelah diperiksa dan dicocokkan dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap), pemilih menuju tempat tunggu menunggu giliran. Ada dua orang penduduk yang termasuk DPT tidak mendapat surat undangan, penduduk tersebut menunjukkan KTP-nya sebagai pengganti surat undangan. Kemudian namanya dipanggil, pemilih menuju panitia KPPS (Komisi Penyelenggara Pemungutan Suara) untuk mengambil surat suara yang terdiri atas surat suara DPRD Kabupaten, DPRD Propinpsi, DPR Pusat dan DPD. Pemilih antri menuju bilik suara. Setelah dipersilahkan petugas, pemilih menuju bilik suara untuk menyontreng. Selesai menyontreng, pemilih memasukkan surat suaranya ke kotak sesuai jenis surat suaranya. Lalu, pemilih menuju pintu keluar dan mencelupkan jari manisnya (kanan atau kiri) ke dalam botol tinta yang disediakan sebagai tanda bahwa pemilih tersebut sudah memberikan hak suaranya. Sampai TPS ditutup pada pukul 12.00 WIB, jumlah penduduk yang telah menyontreng sekitar 70% dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Beberapa saksi dari parpol peserta PEMILU hadir untuk menjadi saksi dalam pelaksanaan PEMILU mulai dari awal sampai dengan saat penghitungan suara..

Proses penghitungan suara dimulai pukul 13.30, mundur setengah jam dari waktu yang telah ditetapkan. Sebelum surat suara dikeluarkan dari kotak suara, para saksi dari parpol dikumpulkan untuk diberi pengarahan tata cara penghitungan suara oleh panitia KPPS. Setelah pengarahan, surat suara dikeluarkan dari kotak dan dihitung kembali serta disesuaikan jumlahnya dangan jumlah pemilih yang hadir. Setelah cocok, penghitungan suara dimulai. Surat suara dibuka dan diperlihatkan kepada semua yang hadir, baik kepada saksi maupun penduduk yang ikut. Setelah diperlihatkan, panitia mengamati surat suara tersebut untuk mencari parpol dan caleg mana yang dipilih. Kemudian, hasilnya diturus pada lembar hasil suara. Jika terdapat tanda yang tidak tepat atau sesuatu yang tidak sesuai dengan buku petunjuk PEMILU sehingga membuat pantia bingung, maka panitia akan meminta pendapat para saksi apakah surat suara tersebut sah atau tidak. Terdapat hal yang cukup menarik terjadi di TPS 52 saat dilangsungkan penghitungan suara. Salah seorang saksi dari partai politik selalu berusaha untuk mempertahankan pendapatnya ketika mengetahui ada surat suara yang cacat dan menyangkut partai politiknya. Namun, karena hanya dia sendiri yang bersikap seperti itu maka dia kalah oleh keputusan suara terbanyak.

II.2. Sikap dan Perilaku Aparat dalam Pelayanan Publik

Di TPS 52 ini terdapat tujuh panitia dan dua petugas keamanan dari LINMAS (Perlindungan Masyarakat) serta dua petugas dari kepolisian. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan aparat (dalam hal ini panitia KPPS) sudah cukup baik. Demikian pula sikap petugas keamanan, baik dari LINMAS maupun dari kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan sikap aparat yang ramah dalam memberikan pelayanan. Mereka memberikan senyum dan menyapa pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya. Tidak hanya itu, mereka juga tanggap dalam menjalankan tugas, ketika ada pemilih yang bingung harus memasukkan suara ke kotak yang sesuai, panitia segera menghampiri dan mengarahkan pemilih. Panitia juga memandu pemilih dalam memberikan suaranya terutama pemilih yang tergolong dalam usia lanjut. Para panitia tersebut memberikan petunjuk yang jelas dan sabar melayani pemilih. Namun, ada juga beberapa sikap yang kurang patut dicontoh yang ditunjukkan panitia. Tanda pengenal yang digunakan oleh petugas kurang dilengkapi foto padahal terdapat kolom foto. Dalam penghitungan suara hampir terdapat miss-komunikasi antar panitia. Hal tersebut terjadi lantaran ada beberapa petugas yang belum memahami petunjuk teknis yang diberikan oleh KPU dan sepertinya belum ada kesepakatan antar panitia dalam pembagian tugas. Petugas dari kepolisian yang diperbantukan di TPS 52 ini terlihat mondar-mandir karena mereka tidak hanya jaga pada satu TPS saja, melainkan tiga TPS.

II.3. Partisipasi Warga dalam PEMILU 2009

Warga masyarakat yang termasuk dalam DPT di TPS 52 ini menunjukkan keantusiasannya dalam PEMILU 2009. Sejak pagi hari, warga sudah berbondong-bondong mendatangi TPS. Warga silih berganti datangnya, ada yang bersama dengan keluarganya, ada yang sendiri atau bersama temannya. Bahkan, warga yang sudah berusia lanjut pun tetap bersemangat dalam mengikuti PEMILU untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Data yang saya peroleh dari panitia, jumlah pemilih yang memberikan suaranya adalah 238 orang dari 306 pemilih yang termasuk dalam DPT (sebenarnya, ketika saya mengklarifikasi kembali kepada panitia, data pemilih yang tertulis dalam lembar DPT dari KPU sampai H-1 PEMILU adalah 439 orang, tetapi setelah dilakukan kroscek ulang, data yang valid adalah 306 orang. 133 orang ada yang meninggal, pindah domisili, tidak jelas keberadannya, dan lain-lain). Jika dipresentase, jumlah pemilih yang hadir adalah 77,78%, 22,22% tidak hadir. Ketika saya mencoba bertanya kepada panitia, mungkin mereka punya kepentingan lain. Dari persentase ini menunjukkan bahwa warga mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya PEMILU. Namun, kesadaran yang tinggi tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan penduduk akan tata cara memberikan suara dan pengenalan caleg dari tiap parpol. Warga banyak yang tidak mengetahui caleg-caleg yang mencalonkan diri dalam PEMILU Legislatif ini sehingga membuat mereka bingung harus memilih yang mana. Lantaran, jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 adalah 44 partai dengan caleg lebih dari satu pada tiap partai. Dalam tata cara memberikan suara, beberapa warga bersikap asal-asalan dalam menyontreng. Saya melihat sendiri saat penghitungan suara terdapat surat suara yang dicontreng hampir separuh kertasnya. Hal lainnya, ukuran kertas yang sangat besar membuat pemilih bingung cara melipat kembali kertasnya.

II.4. PEMILU: Mendorong Terwujudnya Kehidupan yang Demokratis

Sebelum saya memberikan alasan mengapa PEMILU mendorong terwujudnya kehidupan yang demokratis, terlebih dahulu mari kita lihat pengertian dan hakekat demokratis. Istilah ini pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kata demokratis berasal dari istilah Yunani yang muncul sekitar tahun 500 SM, demokratia, terdiri dari dua kata demos (rakyat) dan krattein (pemerintahan). Jadi pengertian dari kata demokratis itu sendiri adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi dalam sistem demokratis, rakyat mempunyai kedaulatan yang sangat tinggi dalam pemerintahan, segala kebijaksanaan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) haruslah sesuai dengan kehendak rakyat, serta mampu menyuarakan aspirasi dan nurani rakyatnya. Namun, demokrasi tidak hanya sekedar kedaulatan rakyat melainkan juga operasionalisasinya, dengan kata lain perlu adanya kontrol dari masyarakat terhadap pemerintahan. Rakyat mempunyai hak untuk menentukan siapa saja pemimpinnya. Cara yang paling tepat dan efektif adalah melalui PEMILU.

Menurut Arief Budiman dalam bukunya Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, disebutkan bahwa kekuasaan negara harus dikembalikan kepada rakyat dari waktu ke waktu melalui pemilihan umum secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan pada seorang pemimpin untuk jangka waktu yang lama. Tidak bisa kita pungkiri, dalam era Orde Baru, PEMILU memang diadakan sebagai bukti sistem kehidupan yang demokratis tetapi kepemimpinan negara hanya berpusat pada satu orang saja, ini tidaklah sejalan dengan cita-cita demokrasi. PEMILU juga akan menciptakan sebuah accountable antara negara dengan rakyatnya, negara (pemerintah) haruslah menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kehendak dan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat, dan rakyat pun harus mendukung setiap kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah, tentunya dibarengi dengan daya pikir dan sikap kritis.

John Locke dan Montesquieu dengan teori yang dimilikinya (John Locke dengan teori Pemisahan Kekuasaan Negara-nya dan Montesquieu dengan Trias Politica-nya) mengatakan perlu adanya pemisahan kekuasaan dalam suatu negara, yaitu legislatif, yudikatif dan eksekutif. Sepertinya, kedua tokoh ini senada dengan Arief Budiman. Menurut mereka, pemisahan kekuasaan negara ini bertujuan untuk menghindari ke-otoriter-an pemimpin. Cara yang tepat untuk mewujudkannya adalah dengan mengadakan PEMILU.

Apabila kita membaca uraian di atas, jelas bahwa PEMILU akan mendorong terwujudnya kehidupan yang demokratis. PEMILU mempunyai prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Maksudnya, penyelenggaraan PEMILU haruslah langsung tanpa diwakilkan kepada pihak lain, umum dimana diikuti oleh seluruh warga negara, bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun, rahasia tanpa adanya intimidasi oleh siapapun dan sesuai dengan nurani rakyat sebagai pemilih, jujur dan adil dalam hal penyampaian hasil suara yang diperoleh, karena PEMILU diadakan bertujuan memilih wakil-wakil rakyat yang duduk dalam kursi pemerintahan (baik legislatif maupun eksekutif), untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan apa yang diamanatkan rakyat. Selain itu, juga terjadi keterbukaan demokratis dimana bermunculan partai-partai politik yang memnjadi wadah rakyat dalam menyalurkan aspirasinya di dalam PEMILU. Kita dapat melihat, dalam PEMILU tahun 2009 ada 44 partai politik sebagai peserta. Itu merupakan bukti bahwa iklim kehidupan demokratis di Indonesia sudah terbuka dan pemerintah tidak lagi membatasi penyaluran pikiran-pikiran dan aspirasi rakyat (seperti yang pernah terjadi dalam era Orde Baru) sesuai yang tercantum pada UUD 1945 pasal 28. Jadi dengan diadakannya PEMILU, kehidupan demokratis akan terwujud dengan sendirinya. Mengapa? Karena masing-masing rakyat menggunakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Lalu, apakah PEMILU yang saya amati ini sudah demokratis? Menurut pengamatan saya dan apabila dihubungkan dengan semua teori yang saya dapat selama ini, pelaksanaan PEMILU di TPS 52 sudah berjalan demokratis. Rakyat dengan kesadaran yang tinggi sudah menjalankan hak dan kewajibannya. Mereka datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya secara langsung, rahasia dan bebas tanpa paksaan. Panitia juga sudah menjalankan tugas sesuai petunjuk yang diberikan oleh KPU dengan baik meskipun masih ada beberapa kesalahan kecil. Tidak ada sikap-sikap yang menunjukkan kecurangan yang dilakukan oleh partai politik peserta PEMILU. Suasana juga kondusif, tidak ada intimidasi kepada rakyat oleh pihak manapun. Semua pihak (baik rakyat sebagai pemilih, panitia dan saksi dari partai politik) sudah melaksanakan prinsip PEMILU, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rakyat dengan leluasa bisa menyontreng dan terjamin kerahasiaanya. Dapat dikatakan, PEMILU di TPS ini bisa dikatakan berjalan dengan sukses dan sudah demokratis. Dalam penghitungan suara sikap demokratis sudah ditunjukkan oleh masing-masing pihak yang mengikutinya. Apabila ada surat suara yang cacat, panitia meminta pendapat para saksi untuk mensahkan atau menggugurkan surat suara tersebut dengan mengambil keputusan suara terbanyak. Para saksi terlihat menerima setiap keputusan yang diambil dengan lapang dada meskipun ada yang berusaha untuk tetap mempertahankan pendapatnya.

III. Kritik dan Saran

Sebagai sebuah negara dengan sistem pemerintahan yang demokratis, pemerintah pastilah mau menerima kritik dan saran dari rakyatnya. Sebagai rakyat yang ikut mengamati jalannya PEMILU 2009 ini, ada beberapa kritik yang ingin saya sampaikan:

1. Data pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak valid.

Hal ini saya temukan ketika saya membaca data pemilih dalam lembar DPT yang ditempelkan pada papan pengumuman tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Ketika saya mencoba mengkonfirmasikan hal tersebut kepada panitia ternyata memang benar data tersebut tidak sesuai. Banyak nama-nama yang tercantum dalam DPT tersebut sudah meninggal, pindah domisili, tidak jelas keberadannya, dan lain-lain. Semestinya, KPU selalu memperbarui datanya agar tidak terjadi hal seperti ini karena waktu yag dimiliki oleh KPU sangat panjang yaitu lima tahun. Mungkin saja terjadi pemilih ganda sehingga data menjadi tidak valid.

2. Jumlah Partai Politik yang terlalu banyak dan ukuran kertas yang terlalu besar

Kita semua mengetahui bahwa jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 ini adalah 44 partai. Menurut saya, jumlah ini tidaklah efisien dan membuat bingung rakyat sebagai pemilih, apalagi pemilih pemula (baca:pelajar SMA yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya). Hal tersebut juga berpengaruh pada ukuran kertas suara yang sangat besar sehingga membuat petugas dan pemilih bingung dalam melipatnya.

Tidaklah baik jika saya hanya mengkritik saja, setidaknya saya juga harus membantu dengan memberikan saran sebagai alternatif solusi. Saran saya sebagai berikut:

1. KPU memperbarui data pemilih tiap 1-2 tahun sekali.

Hal ini dapat dilakukan oleh KPU bekerjasama dengan Badan Pusat Statisktik (BPS). Langkah ini pernah dilakukan oleh BPS dan KPU sebelum pelaksanaan PEMILU tahun 2004 dan terbukti efektif, data yang diperoleh valid dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Mungkin, KPU dapat segera melakukannya untuk PEMILU Presiden dan Wakil presiden agar tidak terjadi pemilih dengan status ganda dan data di DPT sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2. KPU sebaiknya menerapkan seleksi yang ketat terhadap partai politik peserta PEMILU.

Jika kita perhatikan jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 sangatlah banyak. Saran saya, sebaiknya KPU menyeleksi partai-partai yang benar-benar memenuhi syarat yang ditetapkan oleh KPU. KPU dapat juga membuat syarat tambahan yang benar-benar selektif sehingga jumlah partai lebih sedikit dan efisien. Kertas suara yang dipakai juga lebih hemat dan tidak membuat pemilih bingung.

Demikianlah yang dapat saya paparkan dalam paper laporan pengamatan PEMILU 2009 ini. Saya mempunyai sebuah harapan, melalui PEMILU 2009 kehidupan berdemokrasi di Indonesia menjadi lebih baik dan kesejahteraan rakyat semakin meningkat, birokrat-birokrat pemerintahan yang terpilih benar-benar mengutamakan aspirasi dan kepentingan rakyat serta kehidupan ekonomi semakin mengarah pada arah yang lebih baik. Seperti yang dikatakan group band Cokelat, 5 menit dalam bilik suara untuk 5 tahun yang lebih baik



Referensi

- Budiman, Arief.1997.Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi.Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

- Magnis Suseno SJ, Franz.1997.Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofi.Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

- Patrianti, Krisni Noor,dkk.2004.Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Mahasiswa.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.


Gereja dan Negara

Kelompok kami mencoba mengkritisi pernyataan dari dua bahan bacaan yang kami ambil yaitu: “Iman Kristen dan Etika Politik dalam Era Reformasi” (dalam buku Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, Bab 3 oleh Pdt. Emmanuel Gerrit Singgih, Ph.D.) dan “Beberapa Catatan Mengenai Hubungan Gereja-Negara” (dalam buku Hubungan Gereja dan Negara dan Hak-hak Asasi Manusia oleh Pdt. Dr. A. A. Yewangoe).

“Kita perlu menghargai pemerintah dan negara, tetapi dari segi tuntutan iman kita, penghargaan itu harus proporsional sifatnya.” Melihat pernyataan ini kita dapat memahami bahwa sudah seharusnya gereja bermitra dengan negara. Dalam hal ini, bermitra mempunyai pengertian gereja menjadi rekan kerja dari pemerintah. Sebagai rekan kerja, gereja tidak hanya bekerja sama saja tapi juga ikut berperan serta dalam setiap kebijakan pemerintah. Namun, yang menjadi kenyataan sekarang gereja cenderung menjadi “anak manis” bagi pemerintah yang selalu tunduk pada setiap keputusan. Ini semua dikarenakan gereja lebih mencari zona aman dengan tidak mau mengambil sikap tegas terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlawanan dengan prinsip dasar iman gereja. Seolah-olah, memberikan kesan gereja berpihak pada pemerintah demi mendapatkan kemudahan-kemudahan dan perlindungan dari pemerintah.

Hal ini dapat kita temukan dari contoh berikut. Dalam kasus Kedungombo, Solo terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Gereja bersikap diam dan tidak mau mengambil tindakan yang semestinya. Di sini terlihat jelas bahwa ternyata, memang fakta berbicara, gereja hanya diam tidak mengambil sikap. Dari kenyatan di atas dapat juga kita berpendapat bahwa bukan hanya gereja diam tetapi gereja juga seakan-akan hanya tunduk di bawah otoritas negara demi sebuah kepentingan tertentu (seperti yang sudah di jelaskan di atas).

Akankah gereja hanya diam dan tunduk saja tanpa mengambil sebuah sikap? Apakah gereja selama ini hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk tetap “tinggal aman dalam kepompongnya”? Namun teryata kita sekarang dapat melihat adanya pembaharuan paradigma tentang gereja dikarenakan telah bermunculan sikap-sikap yang diambil oleh gereja yang ikut berperan dalam pemerintahan.

Maka dengan demikian, gereja melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar serta berusaha tetap mengambil sikap dengan memandang bahwa gereja bukan hanya sebagai “anak manis” bagi pemerintah melainkan sebagai mitra atau rekan kerja pemerintah yang juga mengakui eksistensi pemerintah sebagai alat Tuhan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, meskipun pemerintah sendiri juga mempunyai kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut.

Untuk itu diperlukan suatu sikap tetap mengormati pemerintah sesuai dengan porsinya bukan secara total tunduk dalam kekuasaan pemerintah yang kadang-kadang tidak bertujuan meciptakan kesejahteraan masyarakat.


Oleh : Kelompok 3 Matakuliah Kewarganegaran
di siang hari yang panas dan lagi ngantuk....tapi tetap BERJUANG

Diskusi yang Menegangkan?????

Waktu diskusi SOSAg, asyik banget lho.....
Bagaimana tidak, teman2 menanggapi setiap materi yang dipresentasikan. Dan aku berharap, dalam diskusi2 berikutnya, suasana lebih hidup dan nggak pada ngobrol sendiri2. SEMOGA...!!!

PRI dan Non-PRI

“Oh..kamu sih orang Cina, makanya apa-apa jadi susah deh!!???” Ungkapan ini sudah sangat sering kita dengar bahkan terkesan wajar. ungkapan ini mencermikan suatu pembedaan etnis yang (ternyata) sudah sangat lama terjadi, meskipun kita hidup di tanah dan negara yang mengaku sebagai negara demokrasi .Lalu sebnarnya apa yang terjadi? Maka kelompok mengangkat 3 tema sebagai cerminan apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia (diambil sesuai dengan bahan bacaan kita pada hari ini). Berikut ulasannya:

  • Sebuah relasi dalam bermasyarakat tidak terlepas dari pandangan kita mengenai minoritas dan mayoritas. Namun sesungguhnya apa yang disebut minoritas itu sendiri? Apakah minoritas itu sendiri selalu berkaitan dengan jumlah? Kelompok setuju pada pernyataan yang ditulis oleh Mr Yap Thiam Hien, beliau mengatakan bahwa minoritas terjadi jika status dari kelompok tersebut dipisahkan, dieksklusifkan, dan didiskriminasikan oleh suatu dominan grup. Hal ini dapat dipahami bahwa kelompok disebut minoritas tidak hanya tergantung dari tataran jumlahnya namun terletak dari perlakuan pihak dominan. Contohnya: munculnya RUU APP yang pada awalnya datang dari golongan FPI (yang secara jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat Indonesia) mampu ”mempengaruhi” pemerintah (lewat usulan dari FPI) dan ”membuat” pemerintah akhirnya melegalkan menjadi UU APP.

Dari titik pemahaman tentang kaum minoritas dan mayoritas ini maka kita bisa lebih jauh lagi menariknya ke dalam ke-etnis-an yang menjadikan kaum mayoritas=pribumi sedangkan kaum minoritas=non pribumi (pemahaman ini berkembang dalam kehidupan masyarakat sekarang ini).

  • Di dalam tulisan Ariel Heryanto ia mengatakan sebuah pernyataan bahwa etnisitas adalah fiksi yang diterjemahkan secara konkret lewat sejumlah kebijakan legal yang diskriminatif sehingga kehidupan sosial terkotak-kotak. Masing-masing dengan pintu, warna formulir, kode nomor, stempel dan biaya berbeda. Kelompok mencoba melihat pernyataan ini sebagai cerminan realitas yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat sekarang. Khususnya dalam memperlakukan warga keturunan Tionghoa di Indonesia.

Di dalam negara kita berkembang istilah nonpibumi, yang salah satunya kita kenal, yaitu etnis Tionghoa. Kalau kita mengacu pada tulisan Ariel Heryanto sendiri bagaimana ia mengatakan bahwa asal mula dari istilah nonpribumi atau pribumi sendiri itu tidak dapat ditelusuri asal- muasalnya, karena penyebutan istilah ini sudah berlangsung secara turun-temurun yang berkembang di dalam masyarakat kita. Perkembangan istilah ini mempengaruhi bagaimana kedudukan warga keturunan Tionghoa di Indonesia bahkan negara harus mengatur keberadaan warga Indonesia keturunan Tionghoa sendiri dalam hukum.

Aturan hukum yang pernah mengatur tentang hubungan antara negara dan warga negara di Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian dan perkembangan, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958. Namun undang-undang ini menunjukkan beberapa kelemahan yaitu tidak memenuhi unsur filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Secara filosofis, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 belum sejalan dengan falsafah Pancasila karena bersifat diskriminatif dan kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antar warga negara. Bahkan yang terjadi dan dirasakan sampai saat ini adalah pengaruh dari Keppres yang muncul pada tanggal 8 Juli 1996, dimana Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada Pasal 4 butir 2 berbunyi “Bagi warga negara Indonesia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran tersebut”, sedangkan Pasal 5 berbunyi, “Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi”.

Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa disingkat SBKRI adalah kartu identitas yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah warganegara Republik Indonesia. Walaupun demikian, SBKRI hanya diberikan kepada warganegara Indonesia keturunan, terutama keturunan Tionghoa. Kepemilikan SBKRI adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk mengurus berbagai keperluan, seperti kartu tanda penduduk (KTP), memasuki dunia pendidikan, permohonan paspor, pendaftaran Pemilihan Umum, sampai menikah dan meninggal dunia dan lain-lain. Hal ini dianggap oleh banyak pihak sebagai perlakuan diskriminatif dan sejak Orde Reformasi telah dihapuskan, walaupun dalam prakteknya masih diterapkan di berbagai daerah.

  • Terorisme negara adalah serangkaian kampanye yang didukung oleh negara untuk menciptakan ketakutan mendalam dan luas di masyarakat. Tujuan daripada terorisme negara itu sendiri adalah mengembangkan ketakutan yang lebih besar di kalangan penduduk sehingga mereka merasa hal serupa bisa terjadi pada mereka kapan saja. Pernyataan ini kami kutip dari artikel ”Kapok Jadi NonPri: Terorisme Negara dan Isu Rasial” yang ditulis oleh Ariel Heryanto. Kami menyetujui pendapat ini karena fakta memang menunjukkan demikian. Contohnya, kasus kerusuhan Mei 1998. Dilihat dari kejadian tersebut yang sampai sekarang masih terus diselidiki dan hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ada campur tangan negara dalam peristiwa tersebut. Dampak yang ada tidak hanya dialami oleh warga Indonesia keturunan Tionghoa sebagai korban terorisme negara tetapi juga warga negara Indonesia yang lain. Warga Tionghoa mengalami trauma yang cukup berat sehingga beberapa di antara warga Indonesia keturunan Tionghoa mengalami krisis kepercayaan, beban psikologis hingga hilangnya rasa saling menghargai. Warga Indonesia yang lain mengalami dampak berupa kekacauan ekonomi (pada saat itu) dan juga hilangnya rasa saling menghargai. Dilihat dari penjelasan di atas, negara ikut andil dalam perpecahan kesatuan NKRI dan sumber penyebab ketakutan yang membekas bagi rakyat Indonesia. Realita menunjukkan bahwa negara, yang selama ini kita anggap sebagai salah satu alat pemersatu bangsa dan menjadi pihak yang netral, ikut juga dalam proses perpecahan bangsa. Proses perpecahan ini berlangsung sedikit demi sedikit tapi pasti.

Dengan melihat 3 hal di atas kita menyadari bahwa perbedaan etnis sudah dan akan selalu ada, Namun itu bukan menjadi suatu penyebab disintegrasi dan diskriminasi tetapi justru perbedaan itu dihayati sebagai sebuah kekayaan yang mempersatukan bangsa Indonesia. Sebuah bagian dari keanekaragaman yang turut membentuk budaya dan corak bangsa.

Lalu apa yang akan kita lakukan sebagai masyarakat dalam penghayatan ini????? Mari kita diskusikan bersama di kelas.


Kerinduanku....

Saat kupandang fotomu…

Secercah rasa rindu timbul dalam diriku

Senyuman yang menghiasi wajahmu

Selalu membayangi ingatanku..

Memberiku semangat di kala aku lemah

Memberiku jalan keluar saat ku bingung

Memberiku harapan tatkala aku putus asa

Ingin rasanya aku segera bertemu lagi denganmu

Untuk sekarang itu tidaklah mungkin

Namun…

Aku yakin saat aku pulang nanti kita akan bertemu..





yogyakarta, 6 november 2008

Ketika pertama kali ku mengenalmu…..

Entah perasaan apa yang menghinggapiku

Aku melihat wajahmu begitu anggun dan lembut

Bagai seorang dewi yang turun dari kahyangan

Ah…..

Sejenak aku melamun……..

Inikah yang namanya cinta….???

Aku tidak tahu jawabannya

Aku terus mencoba untuk mencari…

Mencari… dan mencari….

Tapi…..sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya

Aku akan terus mencari……

Apakah aku benar-benar mencintaimu???

Mungkin…..


yogyakarta, 18 oktober 2008

BAPA…., t’rimakasih buat hari ini

Aku merasa senang sekali Tuhan…

Aku merasa mempunyai sebuah semangat untuk memulai hari esok

T’rimakasih juga tuk tugas pelayananku…

Aku bisa melakukan dan melaksanakannya dengan lancar

Mungkin aku tadi sempat melakukan sedikit kesalahan

Tapi…., biarlah itu menjadi sebuah pelajaran bagiku

Agar pelayananku dapat lebih baik….

Vanity of Vanity

Kesia-siaan

Kesia-siaan itu memang ada

Namun… tak selamanya itu mengganggu hidup kita

Di dalam kesia-siaan ada sebuah makna

Makna kehidupan yang tak terselami

Kesia-siaan mengajar kita untuk memahami makna hidup seungguhnya

Menghargai apa itu kehidupan

Tidak asal menjalaninya

Memaknai setiap hal yang terjadi di dalamnya…

Ada sesuatu yang sangat indah di dalamnya…

Kebahagiaan melakukan apa yang menjadi tanggungjawab dan tugas kita…

Jangan pernah menyia-nyiakan kesia-siaan

Karena dari kesia-siaanlah kita benar-benar paham arti sebuah kehidupan….

“LEARN FROM THE ANT”

“LEARN FROM THE ANT”

“Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak.”

(Amsal 6:6)

Pernahkah kita memperhatikan seekor semut dan punya pengalaman dengannya? Semut, binatang yang sering kita remehkan karena ukurannya kecil dan seakan-akan tidak mampu menyamai diri kita. Terkadang semut menjengkelkan. Suatu ketika, saya meletakkan sepotong kue di meja belajar. Lalu ada hal untuk dilakukan. Saya meninggalkannya. Setelah urusan tersebut selesai, ternyata kue saya tersebut sudah dipenuhi oleh semut. Jengkel sekali rasanya dan hati menjadi marah. Namun apakh kita akan marah kepada semut-semut itu?Tidak mungkin, kan…??!!

Meskipun semut terkadang menjengkelkan, banyak hal yang dapat kita pelajari dari seekor semut. Dibalik tubuhnya yang kecil tersimpan banyak karakter-karakter positif. Karakter-karakter tersebut sudah menjadi pedoman hidup bagi si semut. Tidak ada salahnya jika kita belajar dari semut. Pedoman hidup itu sederhana tapi mempunyai makna yang mendalam. Apabila kita terapkan dalam hidup sehari-hari mempunyai manfaat yang besar bagi kita. Akan terjadi perubahan yang berarti dalam hidup ini.

- Mau bekerja sama

Karakter yang dimiliki oleh seekor semut adalah mau bekerja sama. Lihatlah jika mereka menemukan makanan pastilah mereka tidak akan pernah mengangkatnya sendiri. Beramai-ramai mereka akan mengangkatnya sampai ke tempat tujuan. Demikian pula, ketika sampai di tempat tujuan semut-semut tersebut akan memakannya bersama-sama. Suatu hal yang indah, bukan? Hal ini menunjukkan bahwa semut tidak egois dengan sesama. Bagaimana dengan kita? Seringkali kita bersikap egois pada sesama, maunya menang sendiri. Kita teekadang sulit untuk bekerjasama menghadapi suatu masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Kerjasama sangatlah penting. Saatnya kita menjauh dari keegoisan kita dan dan mau bekerjasama dengan sesama kita supaya hidup yang kita jalani semakin indah dan bermakna.

- Peduli menimbulkan kekompakan

Semut bila bertemu dengan sesamanya akan saling bersentuhan. Sentuhan ini adalah tanda bahwa mereka saling menyapa dengan teman-temannya. Bersentuhan juga berarti peduli dan memerhatikan sesama. Dalam budaya manusia, kita juga melakukan hal ini dengan bersalaman dengan sesama bila bertemu. Budaya ini adalah bentuk kepedulian kasih kita. Peduli kepada sesama sangatlah penting untuk menciptakan suasana yang tentram dan damai serta akan membangun sebuah kekompakan di antara kita. Suasana yang tentram dan damai akan menimbulkan iklim yang kondusif dan kekompakan dalam komunitas kita. bukankah begitu, teman???

- Pantang menyerah

Pernahkah teman-teman menghalangi jalannya semut? Kalau kita menghalangi jalannya, dia akan terus mencoba mencari jalan lain entah dengan menerobos atau berbelok ke arah yang lain. Semut tidak akan pernah kehilangan akal dan tidak pernah menyerah bila menghadapi masalah. Seringkali kita sudah menyerah bila menghadapi masalah yang terbilang cukup berat sebelum menhadapinya. Contohnya, jika kita mengerjakan tugas sekolah yang membingungkan dan sulit untuk dipecahkan kita berkata, “Kok sulit sih…!!!”. Ini berarti kita sudah menyerah sebelum bertanding. Hal ini tidak boleh kita lakukan. Cobalah untuk menghadapinya terlebih dahulu. Carilah beberapa alternatif penyelesaiannya. Janganlah mudah menyerah, tetaplah semangat dalam menghadapi setiap problem dalam hidup. dan tentunya mintalah pertolongan kepada Tuhan karena Dialah sumber kekuatan dalam hidup kita.

- Bekerja keras

Salah satu karakter semut yang patut dan harus dicontoh adalah mau bekerja keras. Tanpa bekerja keras, mereka tidak dapat mempertahankan hidup. Ketika musim panas tiba semut akan bekerja sekeras mungkin mengumpulkan makanan sebagai persediaan di musim dingin. Mereka tidak akan pernah berhenti bekerja sampai persediaan mereka cukup. Begitu halnya dengan kita, bekerja keras haruslah menjadi bagian dalam prinsip hidup kita. Belajarlah dengan sungguh-sungguh agar memperoleh hasil yang maksimal dan memuaskan. Marilah kita mencoba untuk mengubah cara belajar kita, yang terbiasa dengan “sistem kebut semalam” atau yang biasa terkenal dengan SKS ubahlah dengan membiasakan diri mencicil belajar tiap hari. Tidak perlu lama-lama, dua atau tiga jam sehari dan jika dilakukan dengan rutin pasti hasilnya baik. Hasil yang baik tidak akan pernah didapat dengan instant, hal ini membutuhkan kerja keras dan niat yang sungguh-sungguh.

- Optimis memandang masa depan

Ini merupakan pandangan untuk menjalani hidup. Semut tidak akan pernah memandang bahwa musim panas akan berlangsung sepanjang waktu, pasti akan datang musim dingin dan mereka akan segera bekerja mengumpulkan makanan sebagai cadangan. Mereka berpikir realistis akan apa yang akan terjadi. Kita pun harus bersikap realistis dalam menghadapai kehidupan ini. jangan hanya memandang kehidupan hanya dari sisi positifnya saja. Cobalah untuk selalu realistis dalam menghadapai permasalahan. Banyak badai yang akan kita alami, berbagai masalah datang bertubi-tubi baik itu ringan maupun berat. Kita harus siap dan sedia menghadapainya. Jangan pernah menunggu untuk meyelesaikan permasalahan yang kita alami. Berpikirlah optimis serta realistis bahwa masalah dapat diselesaikan dan masa depan yang kita hadapai pastilah cerah.

Pedoman hidup yang indah bukan? Pedoman ini dapat kita terapkan dalam hidup sehari-hari, baik sebagai manusia individu maupun manusia sosial. Sangatlah panting untuk selalu bekerja sama, bekerja keras, pantang menyerah, peduli, kompak, dan optimis memandang masa depan. Ini adalah modal dan investasi kita untuk mengarungi kehidupoan. Bagaimana dengan kita? Tidak ada ruginya lho..belajar dari seekor semut, meskipun kecil tapi mempunyai prinsip hidup yang indah dan rasional. Apalagi kita sudah duduk di bangku SMA, saatnya kita mulai untuk hidup kritis dan berpikir rasional serta realistis. Buat teman-teman kelas XII, selamat belajar dan tetap SEMANGAT. Jangan putus asa dan teruslah berjuang untuk menghadapi UNAS dan UAS. Ini bukanlah akhir tetapi awal untuk kehidupan yang lebih dewasa. Buat teman-teman kelas X dan XI, kalian juga harus tetap berudaha serta belajar lebih sungguh-sungguh. Marilah kita belajar dari semut. Semoga tulisan ini dapat menjadi berkat bagi kita semua. Tuhan Yesus Memberkati!!