Pages

Friday, April 17, 2009

Pengamatan Independen PEMILU 2009 di TPS 52 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta








I. PENDAHULUAN

I.1. Alamat pengamat : Asrama UKDW, Jl. Seturan CT XX RT 07/RW 02,

Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

I.2. Alamat TPS : TPA Al Muthi’in, Jl. Cinderawasih RT 14/RW 27 Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

I.3. Durasi Pengamatan : 08.30 WIB – 14.30 WIB (enam jam)

II. ISI

II.1. Proses PEMILU

PEMILU yang diadakan tiap 5 tahun sekali merupakan “pesta demokrasi” bagi rakyat karena pada momen ini rakyat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara untuk memberikan suaranya dalam rangka memilih wakil-wakil legislatif yang akan mewakilinya di DPR (baik pusat, propinsi maupun kabupaten/kotamadya) sebagai penyalur aspirasi. Secara umum, PEMILU di TPS 52 ini berjalan dengan tertib dan aman. Tidak ada kejadian-kejadian yang membuat situasi kacau. Penduduk berbondong-bondong mendatangi TPS dan mereka silih berganti memberikan suaranya. TPS buka pukul 07.00 WIB sesuai instruksi dari KPU. Namun, di jam-jam tertentu TPS terkadang terlihat sepi. Hal ini terjadi sekitar pukul 09.15 WIB. Mungkin penduduk masih melakukan berbagai aktifitasnya. Beberapa waktu kemudian, TPS kembali ramai oleh penduduk yang akan menggunakan hak pilihnya. Proses PEMILU yang saya amati di TPS 52 ini mungkin tidak berbeda dengan TPS-TPS yang lain. Proses pemberian suara sebagai berikut: pemilih datang ke TPS lalu menyerahkan surat undangan kepada petugas pendaftaran. Setelah diperiksa dan dicocokkan dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap), pemilih menuju tempat tunggu menunggu giliran. Ada dua orang penduduk yang termasuk DPT tidak mendapat surat undangan, penduduk tersebut menunjukkan KTP-nya sebagai pengganti surat undangan. Kemudian namanya dipanggil, pemilih menuju panitia KPPS (Komisi Penyelenggara Pemungutan Suara) untuk mengambil surat suara yang terdiri atas surat suara DPRD Kabupaten, DPRD Propinpsi, DPR Pusat dan DPD. Pemilih antri menuju bilik suara. Setelah dipersilahkan petugas, pemilih menuju bilik suara untuk menyontreng. Selesai menyontreng, pemilih memasukkan surat suaranya ke kotak sesuai jenis surat suaranya. Lalu, pemilih menuju pintu keluar dan mencelupkan jari manisnya (kanan atau kiri) ke dalam botol tinta yang disediakan sebagai tanda bahwa pemilih tersebut sudah memberikan hak suaranya. Sampai TPS ditutup pada pukul 12.00 WIB, jumlah penduduk yang telah menyontreng sekitar 70% dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Beberapa saksi dari parpol peserta PEMILU hadir untuk menjadi saksi dalam pelaksanaan PEMILU mulai dari awal sampai dengan saat penghitungan suara..

Proses penghitungan suara dimulai pukul 13.30, mundur setengah jam dari waktu yang telah ditetapkan. Sebelum surat suara dikeluarkan dari kotak suara, para saksi dari parpol dikumpulkan untuk diberi pengarahan tata cara penghitungan suara oleh panitia KPPS. Setelah pengarahan, surat suara dikeluarkan dari kotak dan dihitung kembali serta disesuaikan jumlahnya dangan jumlah pemilih yang hadir. Setelah cocok, penghitungan suara dimulai. Surat suara dibuka dan diperlihatkan kepada semua yang hadir, baik kepada saksi maupun penduduk yang ikut. Setelah diperlihatkan, panitia mengamati surat suara tersebut untuk mencari parpol dan caleg mana yang dipilih. Kemudian, hasilnya diturus pada lembar hasil suara. Jika terdapat tanda yang tidak tepat atau sesuatu yang tidak sesuai dengan buku petunjuk PEMILU sehingga membuat pantia bingung, maka panitia akan meminta pendapat para saksi apakah surat suara tersebut sah atau tidak. Terdapat hal yang cukup menarik terjadi di TPS 52 saat dilangsungkan penghitungan suara. Salah seorang saksi dari partai politik selalu berusaha untuk mempertahankan pendapatnya ketika mengetahui ada surat suara yang cacat dan menyangkut partai politiknya. Namun, karena hanya dia sendiri yang bersikap seperti itu maka dia kalah oleh keputusan suara terbanyak.

II.2. Sikap dan Perilaku Aparat dalam Pelayanan Publik

Di TPS 52 ini terdapat tujuh panitia dan dua petugas keamanan dari LINMAS (Perlindungan Masyarakat) serta dua petugas dari kepolisian. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan aparat (dalam hal ini panitia KPPS) sudah cukup baik. Demikian pula sikap petugas keamanan, baik dari LINMAS maupun dari kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan sikap aparat yang ramah dalam memberikan pelayanan. Mereka memberikan senyum dan menyapa pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya. Tidak hanya itu, mereka juga tanggap dalam menjalankan tugas, ketika ada pemilih yang bingung harus memasukkan suara ke kotak yang sesuai, panitia segera menghampiri dan mengarahkan pemilih. Panitia juga memandu pemilih dalam memberikan suaranya terutama pemilih yang tergolong dalam usia lanjut. Para panitia tersebut memberikan petunjuk yang jelas dan sabar melayani pemilih. Namun, ada juga beberapa sikap yang kurang patut dicontoh yang ditunjukkan panitia. Tanda pengenal yang digunakan oleh petugas kurang dilengkapi foto padahal terdapat kolom foto. Dalam penghitungan suara hampir terdapat miss-komunikasi antar panitia. Hal tersebut terjadi lantaran ada beberapa petugas yang belum memahami petunjuk teknis yang diberikan oleh KPU dan sepertinya belum ada kesepakatan antar panitia dalam pembagian tugas. Petugas dari kepolisian yang diperbantukan di TPS 52 ini terlihat mondar-mandir karena mereka tidak hanya jaga pada satu TPS saja, melainkan tiga TPS.

II.3. Partisipasi Warga dalam PEMILU 2009

Warga masyarakat yang termasuk dalam DPT di TPS 52 ini menunjukkan keantusiasannya dalam PEMILU 2009. Sejak pagi hari, warga sudah berbondong-bondong mendatangi TPS. Warga silih berganti datangnya, ada yang bersama dengan keluarganya, ada yang sendiri atau bersama temannya. Bahkan, warga yang sudah berusia lanjut pun tetap bersemangat dalam mengikuti PEMILU untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Data yang saya peroleh dari panitia, jumlah pemilih yang memberikan suaranya adalah 238 orang dari 306 pemilih yang termasuk dalam DPT (sebenarnya, ketika saya mengklarifikasi kembali kepada panitia, data pemilih yang tertulis dalam lembar DPT dari KPU sampai H-1 PEMILU adalah 439 orang, tetapi setelah dilakukan kroscek ulang, data yang valid adalah 306 orang. 133 orang ada yang meninggal, pindah domisili, tidak jelas keberadannya, dan lain-lain). Jika dipresentase, jumlah pemilih yang hadir adalah 77,78%, 22,22% tidak hadir. Ketika saya mencoba bertanya kepada panitia, mungkin mereka punya kepentingan lain. Dari persentase ini menunjukkan bahwa warga mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya PEMILU. Namun, kesadaran yang tinggi tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan penduduk akan tata cara memberikan suara dan pengenalan caleg dari tiap parpol. Warga banyak yang tidak mengetahui caleg-caleg yang mencalonkan diri dalam PEMILU Legislatif ini sehingga membuat mereka bingung harus memilih yang mana. Lantaran, jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 adalah 44 partai dengan caleg lebih dari satu pada tiap partai. Dalam tata cara memberikan suara, beberapa warga bersikap asal-asalan dalam menyontreng. Saya melihat sendiri saat penghitungan suara terdapat surat suara yang dicontreng hampir separuh kertasnya. Hal lainnya, ukuran kertas yang sangat besar membuat pemilih bingung cara melipat kembali kertasnya.

II.4. PEMILU: Mendorong Terwujudnya Kehidupan yang Demokratis

Sebelum saya memberikan alasan mengapa PEMILU mendorong terwujudnya kehidupan yang demokratis, terlebih dahulu mari kita lihat pengertian dan hakekat demokratis. Istilah ini pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kata demokratis berasal dari istilah Yunani yang muncul sekitar tahun 500 SM, demokratia, terdiri dari dua kata demos (rakyat) dan krattein (pemerintahan). Jadi pengertian dari kata demokratis itu sendiri adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi dalam sistem demokratis, rakyat mempunyai kedaulatan yang sangat tinggi dalam pemerintahan, segala kebijaksanaan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) haruslah sesuai dengan kehendak rakyat, serta mampu menyuarakan aspirasi dan nurani rakyatnya. Namun, demokrasi tidak hanya sekedar kedaulatan rakyat melainkan juga operasionalisasinya, dengan kata lain perlu adanya kontrol dari masyarakat terhadap pemerintahan. Rakyat mempunyai hak untuk menentukan siapa saja pemimpinnya. Cara yang paling tepat dan efektif adalah melalui PEMILU.

Menurut Arief Budiman dalam bukunya Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, disebutkan bahwa kekuasaan negara harus dikembalikan kepada rakyat dari waktu ke waktu melalui pemilihan umum secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan pada seorang pemimpin untuk jangka waktu yang lama. Tidak bisa kita pungkiri, dalam era Orde Baru, PEMILU memang diadakan sebagai bukti sistem kehidupan yang demokratis tetapi kepemimpinan negara hanya berpusat pada satu orang saja, ini tidaklah sejalan dengan cita-cita demokrasi. PEMILU juga akan menciptakan sebuah accountable antara negara dengan rakyatnya, negara (pemerintah) haruslah menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kehendak dan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat, dan rakyat pun harus mendukung setiap kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah, tentunya dibarengi dengan daya pikir dan sikap kritis.

John Locke dan Montesquieu dengan teori yang dimilikinya (John Locke dengan teori Pemisahan Kekuasaan Negara-nya dan Montesquieu dengan Trias Politica-nya) mengatakan perlu adanya pemisahan kekuasaan dalam suatu negara, yaitu legislatif, yudikatif dan eksekutif. Sepertinya, kedua tokoh ini senada dengan Arief Budiman. Menurut mereka, pemisahan kekuasaan negara ini bertujuan untuk menghindari ke-otoriter-an pemimpin. Cara yang tepat untuk mewujudkannya adalah dengan mengadakan PEMILU.

Apabila kita membaca uraian di atas, jelas bahwa PEMILU akan mendorong terwujudnya kehidupan yang demokratis. PEMILU mempunyai prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Maksudnya, penyelenggaraan PEMILU haruslah langsung tanpa diwakilkan kepada pihak lain, umum dimana diikuti oleh seluruh warga negara, bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun, rahasia tanpa adanya intimidasi oleh siapapun dan sesuai dengan nurani rakyat sebagai pemilih, jujur dan adil dalam hal penyampaian hasil suara yang diperoleh, karena PEMILU diadakan bertujuan memilih wakil-wakil rakyat yang duduk dalam kursi pemerintahan (baik legislatif maupun eksekutif), untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan apa yang diamanatkan rakyat. Selain itu, juga terjadi keterbukaan demokratis dimana bermunculan partai-partai politik yang memnjadi wadah rakyat dalam menyalurkan aspirasinya di dalam PEMILU. Kita dapat melihat, dalam PEMILU tahun 2009 ada 44 partai politik sebagai peserta. Itu merupakan bukti bahwa iklim kehidupan demokratis di Indonesia sudah terbuka dan pemerintah tidak lagi membatasi penyaluran pikiran-pikiran dan aspirasi rakyat (seperti yang pernah terjadi dalam era Orde Baru) sesuai yang tercantum pada UUD 1945 pasal 28. Jadi dengan diadakannya PEMILU, kehidupan demokratis akan terwujud dengan sendirinya. Mengapa? Karena masing-masing rakyat menggunakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Lalu, apakah PEMILU yang saya amati ini sudah demokratis? Menurut pengamatan saya dan apabila dihubungkan dengan semua teori yang saya dapat selama ini, pelaksanaan PEMILU di TPS 52 sudah berjalan demokratis. Rakyat dengan kesadaran yang tinggi sudah menjalankan hak dan kewajibannya. Mereka datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya secara langsung, rahasia dan bebas tanpa paksaan. Panitia juga sudah menjalankan tugas sesuai petunjuk yang diberikan oleh KPU dengan baik meskipun masih ada beberapa kesalahan kecil. Tidak ada sikap-sikap yang menunjukkan kecurangan yang dilakukan oleh partai politik peserta PEMILU. Suasana juga kondusif, tidak ada intimidasi kepada rakyat oleh pihak manapun. Semua pihak (baik rakyat sebagai pemilih, panitia dan saksi dari partai politik) sudah melaksanakan prinsip PEMILU, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rakyat dengan leluasa bisa menyontreng dan terjamin kerahasiaanya. Dapat dikatakan, PEMILU di TPS ini bisa dikatakan berjalan dengan sukses dan sudah demokratis. Dalam penghitungan suara sikap demokratis sudah ditunjukkan oleh masing-masing pihak yang mengikutinya. Apabila ada surat suara yang cacat, panitia meminta pendapat para saksi untuk mensahkan atau menggugurkan surat suara tersebut dengan mengambil keputusan suara terbanyak. Para saksi terlihat menerima setiap keputusan yang diambil dengan lapang dada meskipun ada yang berusaha untuk tetap mempertahankan pendapatnya.

III. Kritik dan Saran

Sebagai sebuah negara dengan sistem pemerintahan yang demokratis, pemerintah pastilah mau menerima kritik dan saran dari rakyatnya. Sebagai rakyat yang ikut mengamati jalannya PEMILU 2009 ini, ada beberapa kritik yang ingin saya sampaikan:

1. Data pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak valid.

Hal ini saya temukan ketika saya membaca data pemilih dalam lembar DPT yang ditempelkan pada papan pengumuman tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Ketika saya mencoba mengkonfirmasikan hal tersebut kepada panitia ternyata memang benar data tersebut tidak sesuai. Banyak nama-nama yang tercantum dalam DPT tersebut sudah meninggal, pindah domisili, tidak jelas keberadannya, dan lain-lain. Semestinya, KPU selalu memperbarui datanya agar tidak terjadi hal seperti ini karena waktu yag dimiliki oleh KPU sangat panjang yaitu lima tahun. Mungkin saja terjadi pemilih ganda sehingga data menjadi tidak valid.

2. Jumlah Partai Politik yang terlalu banyak dan ukuran kertas yang terlalu besar

Kita semua mengetahui bahwa jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 ini adalah 44 partai. Menurut saya, jumlah ini tidaklah efisien dan membuat bingung rakyat sebagai pemilih, apalagi pemilih pemula (baca:pelajar SMA yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya). Hal tersebut juga berpengaruh pada ukuran kertas suara yang sangat besar sehingga membuat petugas dan pemilih bingung dalam melipatnya.

Tidaklah baik jika saya hanya mengkritik saja, setidaknya saya juga harus membantu dengan memberikan saran sebagai alternatif solusi. Saran saya sebagai berikut:

1. KPU memperbarui data pemilih tiap 1-2 tahun sekali.

Hal ini dapat dilakukan oleh KPU bekerjasama dengan Badan Pusat Statisktik (BPS). Langkah ini pernah dilakukan oleh BPS dan KPU sebelum pelaksanaan PEMILU tahun 2004 dan terbukti efektif, data yang diperoleh valid dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Mungkin, KPU dapat segera melakukannya untuk PEMILU Presiden dan Wakil presiden agar tidak terjadi pemilih dengan status ganda dan data di DPT sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2. KPU sebaiknya menerapkan seleksi yang ketat terhadap partai politik peserta PEMILU.

Jika kita perhatikan jumlah partai politik peserta PEMILU 2009 sangatlah banyak. Saran saya, sebaiknya KPU menyeleksi partai-partai yang benar-benar memenuhi syarat yang ditetapkan oleh KPU. KPU dapat juga membuat syarat tambahan yang benar-benar selektif sehingga jumlah partai lebih sedikit dan efisien. Kertas suara yang dipakai juga lebih hemat dan tidak membuat pemilih bingung.

Demikianlah yang dapat saya paparkan dalam paper laporan pengamatan PEMILU 2009 ini. Saya mempunyai sebuah harapan, melalui PEMILU 2009 kehidupan berdemokrasi di Indonesia menjadi lebih baik dan kesejahteraan rakyat semakin meningkat, birokrat-birokrat pemerintahan yang terpilih benar-benar mengutamakan aspirasi dan kepentingan rakyat serta kehidupan ekonomi semakin mengarah pada arah yang lebih baik. Seperti yang dikatakan group band Cokelat, 5 menit dalam bilik suara untuk 5 tahun yang lebih baik



Referensi

- Budiman, Arief.1997.Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi.Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

- Magnis Suseno SJ, Franz.1997.Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofi.Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

- Patrianti, Krisni Noor,dkk.2004.Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Mahasiswa.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.


No comments:

Post a Comment