Pages

Tuesday, October 27, 2009

Tugas Pengamatan Transformasi Mata Kuliah Pendidikan Kristiani


Minggu, 24 Oktober 2009 saya melakukan pengamatan tentang teori pendekatan transformasi di GKI Ngupasan, Yogyakarta. Namun, saya tidak melakukan pengamatan secara langsung, lebih tepatnya saya melakukan wawancara dengan salah satu anggota Majelis Jemaat untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan teori pendekatan transformasi dan data-data yang saya sajikan di bawah ini adalah hasil dari wawancara tersebut. Di GKI Ngupasan, terdapat sebuah program yang bernama PPA IO 742.
PPA adalah kepanjangan dari Program Pengembangan Anak dan merupakan sebuah program kerjasama antara GKI Ngupasan dengan Yayasan Compassion Indonesia yang berpusat di Bandung (yang juga mempunyai kantor pusat untuk lingkup dunia di Colorado). PPA diikuti oleh 181 peserta dari tingkat TK sampai perguruan tinggi. Program ini bertujuan membantu anak-anak yang kurang mampu dan kesulitan dalam menempuh pendidikan dala masalah dana agar mereka dapat melanjutkan pendidikannya tanpa terbeban. Bentuk bantuan yang diberikan oleh PPA kepada anak-anak yang kurang mampu berupa beasiswa pendidikan. PPA juga seperti “bimbingan belajar” dan kegiatannya di luar waktu sekolah formal. Kegiatannya berlangsung setiap hari dan sudah ada jadwal yang disusun. Bentuknya berupa pemberian latihan ketrampilan kepada peserta agar nantinya mereka memiliki kemampuan kompeten yang dapat dipergunakan kelak bagi masa depannya selain bekal pendidikan formal. Latihan ketrampilan tersebut adalah seni membatik, seni karawitan, seni tari, seni musik, seni sablon, olahraga basket, bulutangkis, renang, komputer, dan sempoa. Juga ada kursus-kursus seperti kursus bengkel motor, kursus bahasa Inggris (difokuskan pada kemampuan percakapan), dan kursus salon (tata make-up). Terdapat pembinaan rohani bagi peserta PPA sehingga terjadi sebuah keseimbangan antara pendidikan secara jasmani dan pendidikan spiritualiatas. Apabila peserta PPA tersebut sudah menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang SMA atau SMK dan tidak ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, maka PPA dan Majelis Jemaat akan membantu untuk menyalurkan mereka pada lapangan-lapangan pekerjaan sesuai dengan ketrampilan dan bakat yang dimiliki. Apabila tidak bersedia disalurkan, peserta yang bersangkutan dapat mepergunakan ketrampilan tersebut untuk berwiraswasta. Jadi, mereka dapat mengembangkan diri dan tidak menggantungkan pada orang lain.
Jika kita melihat dan mencoba mengkaitkannya dengan teori`pendekatan transformasi, tujuan yang disebutkan dalam teori tersebut dengan tujuan program PPA secara eksplisit tidak terlihat tetapi secara implisit akan sedikit berhubungan yaitu pada aspek perubahan sosial. Hal ini terlihat dimana program ini bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dlam membiayai pendidikan mereka, sesuai dengan istilah human emergence-memanusiawikan sehingga mereka dapat meneruskan pendidikannya. Antara guru dan naradidik, saya tidak mengetahui secara jelas, tetapi jika kita lihat dari kegiatan yang diadakan oleh PPA yaitu adanya pembinaan rohani menunjukkan bahwa guru mengajak naradidik untuk berefleksi secara spiritualitas tentang apa yang mereka pelajari dan terpenting melakukan aksi secara nyata. Dari hasil wawancara yang saya peroleh, ada seorang alumni PPA yang sudah mempunyai pekerjaan bersedia menjadi sponsor dari PPA yang pernah “membesarkannya”, hal ini menunjukkan bahwa naradidik mempunyai sebuah “tanggungjawab (moral)” terhadap apa yang sudah ia peroleh. Proses yang dilakukan oleh PPA dalam melakukan program ini tidaklah setengah-setengah. Apabila ditinjau dari teori pendekatan transformasi, PPA melihat-menilai/menentukan-melakukan aksi. Mengapa? Karena mereka benar-benar memberikan bantuan kepada anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dengan selektif (maksudnya tidak hanya melihat dari sisi luar saja, juga sampai keadaan yang detail dan ada survei) dan melakukan aksi nyata dengan tepat pada sasaran.
Konteksnya adalah gereja yang berbelarasa dan pelayanan-pelayanannya di dalam dan bersama dunia. GKI Ngupasan dalam hal ini telah memperlihatkannya melalui PPA. PPA tidak hanya terbuka bagi anggota jemaat gereja sendiri tapi juga terbuka untuk anggota masyarakat (bahkan yang berbeda keyakinan) yang membutuhkan bantuan untuk pendidikan. Gereja terlibat secara langsung melalui pelayanannya di dalam dan bersama dunia melalui aksi yang nyata. Implikasi yang terjadi, gereja (dalam hal ini GKI Ngupasan) menjadi sebuah cara alternatif dalam melihat kehidupan, berada dan hidup untuk mendukung tugas panggilannya di dunia melalui program pengembangan anak (PPA) sehingga menjadi berkat bagi masyarakat sekitarnya.
Demikianlah hasil yang dapat saya sajikan mengenai aplikasi teori pendekatan transformasi. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

No comments:

Post a Comment